Senin, 05 Desember 2011

ARTIKEL ILMIAH


PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH YANG DIINTEGRASIKAN DENGAN MEDIA ANIMASI DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA

Faderina Komisia
*Guru Kimia Sekolah Menengah Atas Santa Maria, Jln Palang Merah No 15 Medan, Sumatera Utara, Indonesia, e-mail: komi_fade@ymail.com
Abstrak
            The aim of this research is to know: (1) Difference of notivation of students learned using problem based learned integrated to animation media with motivate of students learned using problem based learn without media. (2) Difference result of learning students learned use problem based learn integrated to animation media with result of learning students learned use probem based learn without media. (3) Effectifity result of learning students learned use problem based learned integrated to animation media compared to result of learning students learned use problem based learning without media. The population of research is all students of class X SMA in the first semester years of study 2010/ 2011, and the sample of research is all population of SMA Santa Maria Medan consists of 2 classes amount 60 students behalf in 2 clasess of sample. The experiment class 1 learned use problem based learn integrated to animation media, the experiment class 2 learned using problem based learn without media.  The data of research from the sample is motivation data from questionnaire, and result of learning students from test result of learning students is multiple choice. The data test technic is use Independent Sample T Test in significant 0,05 use software SPSS 15 version. Result of hypothesis examination indicate that: (1) There are not significant difference intrinsic motivation of students learned using problem based learn integrated to animation media with motivation of students learned use problem based learn without media indicated by value of proportion Asymp. Sig. 0,49 > 0,05. (2) Extrinsic motivation of students learned use problem based learn integrated to animation media better than motivate of students learned using problem based learn without media indicated by value of proportion Asymp. Sig. 0,00 > 0,05. (3) Result of learning students learned using problem based learn integrated to animation media better than result of learning students learned using problem based learn without media indicated by value of proportion Asymp. Sig. 0,00 < 0,05. (4) Problem based learn integrated to animation media more effective than problem based learn without media.
Kata kunci: Media pembelajaran, pengajaran kimia, ikatan kimia, motivasi intrinsik 
                    dan motivasi ekstrinsik, hasil belajar, siswa SMA.
                                      
Pendahuluan

Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan merupakan salah satu bidang studi yang dipelajari siswa di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas  (SLTA),  yang mempunyai peranan dalam upaya peningkatan sumber daya manusia. Perkembangan    ilmu dan teknologi (IPTEK) yang semakin berkembang, menjadikan bidang studi kimia menjadi salah satu bidang studi yang semakin penting.
Dalam komunikasi tersebut guru menyampaikan pengetahuannya dan pengalamannya kepada siswa agar pengetahuan tersebut dapat dimiliki oleh siswa. Sadiman (2003:1) mengemukakan bahwa proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/ media tertentu ke penerima pesan. Salah satu masalah pendidikan yang banyak dihadapi saat ini adalah kurangnya minat siswa dengan pelajaran IPA yang terbukti dengan sedikitnya peminat IPA saat penjurusan di SMA kelas XI. Melalui interview dengan siswa salah satu alasan mengapa siswa tidak memilih jurusan IPA adalah sulit dalam mempelajari kimia. Salah satu penyebab kegagalan siswa dalam proses pembelajaran adalah karena siswa tidak pernah dirangsang untuk mencari, menemukan, dan mengeksplorasi sehingga siswa dapat belajar tidak hanya di sekolah namun juga dapat menggunakan alam semesta, lingkungan dan teknologi yang ada di sekitarnya.
Salah satu materi kimia yang sulit dipahami oleh siswa adalah materi ikatan kimia   karena bersifat abstrak. Bagian yang abstrak yaitu pada pelepasan elektron, penerimaan electron, transfer elektron, terjadinya ikatan antar atom/ unsur, sehingga sulit untuk dipahami oleh siswa. Dengan tidak dipahaminya bagian tersebut menyebabkan siswa sulit untuk membedakan ikatan kovalen dan ikatan kovalen koordinasi, memahami ikatan antar unsur ( ikatan ion, ikatan kovalen, ikatan logam).
Selain itu disebabkan oleh penyajian ilmu kimia yang kurang menarik dan membosankan. Umumnya para guru hanya menekankan penggunaan pembelajaran konvensional, guru jarang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, jarang mempergunakan media pembelajaran dalam menyampaikan materi dan tidak terdapat suatu interaksi dalam pembelajaran, karena proses pembelajaran hanya berlangsung satu arah (Yamin, 2004:61).
Untuk mengatasi permasalahan pendidikan tersebut, perlu diusahakan perbaikan pembelajaran sebagai strategi untuk meningkatkan minat siswa dengan cara bagaimana materi kimia dapat dikemas menjadi pelajaran yang menarik dan mudah dimengerti. Penggunaan gambar- gambar yang bergerak (animasi) dalam pendeskripsian konsep kimia, selain akan mengkonkritkan materi kimia yang abstrak, juga dapat menambah daya penguatan (reinforment) sertaan dapat menambah minat dan perhatian siswa sepanjang proses belajar mengajar. Di samping itu, pemakaian pembelajaran visual dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan belajar (Hamalik, 1994).
Agar hasil belajar siswa lebih meningkat, guru diharapkan selalu berusaha merancang serta menerapkan berbagai alternatif pendekatan dan pengelolaan pembelajaran agar dapat menciptakan pembelajaran yang inovatif dan kreatif terutama dengan menggunakan media. Siswa diberi kesempatan untuk langsung terlibat dalam kegiatan- kegiatan dan pengalaman- pengalaman ilmiah yang bermuara pada pembentukan kognisi keilmuannya. Prestasi belajar yang baik akan diperoleh jika siswa mampu menginfestasikan ilmu yang diperolehnya dengan cara pengamatan langsung. Maka untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar kimia di SMA diperlukan media pembelajaran yang tepat dan bervariasi.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa agar prestasi belajarnya semakin membaik. Misalnya dengan pemilihan model pembelajaran yang beragam karakteristik sehingga diperlukan media computer, pendekatan/ keakraban, remedial dan layanan bimbingan lainnya. Salah satunya adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu pendekatan pembelajaran berpusat pada siswa dan sudah dipertimbangkan oleh perguruan tinggi, institusi bidang pendidikan di dalam banyak negara sebagai suatu metoda yang dianjurkan.
Nina Riznayani (2009) membuat suatu kesimpulan dari hasil penelitiannya bahwa pembelajaran sistem koloid dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah dengan bantuan media komputer dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Rudolf S (2007) menyimpulkan bahwa penerapan program animasi komputer dalam pembelajaran kimia dapat meningkatkan hasil belajar dan tingkat motivasi belajar siswa. Yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang pengaruh model dan media pembelajaran terhadap motivasi dan hasil belajar siswa.

Hakekat Media Pembelajaran
            Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengatur pesan dari pengirim ke penerima pesan. Media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Media pendidikan adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah (Hamalik, 1989:6).
            Berdasarkan pendapat- pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah suatu alat, metode dan teknik yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan kepada siswa sehingga dapat merangsang siswa untuk belajar.
1. Ciri- ciri Umum Media Pembelajaran
            Dengan batasan- batasan pengertian yang telah diberikan maka media pendidikan mempunyai beberapa, diantara ciri- cirri umum, diantaranya:
a. Media pembelajaran berupa benda yang dapat diamati dengan panca indera.
b. Media pembelajaran digunakan untuk memperlancar komunikasi antara guru dan siswa.
2. Kegunaan Media Pembelajaran Dalam Proses Pembelajaran

2. Pemilihan Media
            Menurut Djamarah (2002:143) ada beberapa prinsip pemilihan media pengajaran yang dibagi ke dalam tiga kategori yaitu:
1. Tujuan Pemilihan
            Memilih media yanag akan digunakan harus berdasarkan maksud dan tujuan yang jelas. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran (siswa belajar), untuk informasi yang bersifat umum, ataukah untuk sekedar hiburan saja mengisi waktu kosong. Lebih spesifik lagi, apakah untuk sasaran tertentu seperti anak TK, SD, SMP, SMA, tuna rungu masyarakat pedesaan, ataukah masyarakat perkotaan. Tujuan pemilihan ini berkaitan dengan kemampuan berbagai media.
2. Karakteristik Media Pembelajaran
            Setiap media mempunyai karakteristik tertentu baik dilihat dari kemapuhannya, cara pembuatannya, maupun cara penggunaannya. Memahami karakteristik berbagai media pengajaran merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki guru dalam kaitannya dengan keterampilan pemilihan media pengajaran. Disamping itu memberikan kemungkinan pada guru untuk menggunakan berbagai jenis media pengajaran secara bervariasi. Sedangkan apabila kurang memahami karakteristik media tersebut, guru akan dihadapkan kepada kesulitan dan cenderung bersikap spekulatif.
3. Alternatif Pilihan
            Memilih pada hakikatnya adalah proses membuat keputusan dari berbagai alternative pilihan. Guru biasa menentukan pilihan media mana yang akan digunakan apabila terdapat beberapa media yang dapat diperbandingkan. Sedangkan apabila media pengajaran itu hanya ada satu, maka guru tidak bisa memilih, tetapi menggunakan apa adanya.
4. Animasi Komputer Dalam Pembelajaran Kimia
            Animasi berasal dari bahasa Yunani “anima” yang berrti member kehidupan, sedangkan digital bias diartikan komputer atau alat elektronik yang canggih. Jadi, animasi digital bisa diartikan “memberikan sifat- sifat pada benda agar berkesan hidup dengan menggunakan komputer dan alat- alat canggih lainnya”. Tugas seaorang animator adalah memberikan “ilusi” bahwa benda- benda yang dianimasikannya adalah benda yang hidup. Cara “menghidupkan” benda- benda yang semula “mati” atau tidak bergerak tersebut adalah dengan cara menggerakkannya satu per satu atau frame by frame.

Motivasi intrinsik dan ekstrinsik
1. Motivasi intrinsik
            Motivasi intrinsik adalah motif- motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar. Karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh seseorang yang senang membaca, tidak usah ada yang menyuruh atau yang mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku- buku untuk dibacanya. Kemudian kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya (misalnya kegiatan belajar). Maka yang dimaksud dengan motivasi intrinsic adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan belajar itu sendiri. Sebagai contoh konkrit, seorang siswa itu melakukan belajar, karena ingin betul- betul mendapat pengetahuan, nilai, atau keterampilan agar dapat berubah tingkah lakunya secara konstruktif. Itulah sebabnya motivasi intrinsic dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajarnya.
2. Motivasi ekstrinsik
            Motivasi  ekstrinsik adalah motif- motif yang aktif dan berfungsinya karena ada perangsangnya dari luar. Sebagai contoh seseorang itu belajar, karena tahu besok paginya akan ujian dengan harapan mendapatkan nilai baik sehingga akan dipuji oleh pacarnya atau temannya. Jadi yang penting  bukan belajar karena ingin mengetahui sesuatu tetapi ingin mendapatkan nilai yang baik atau mendapatkan hadiah. Jadi kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya, tidak secara langsung bergayut dengan esensi apa yang dilakukannya itu. Oleh karena itu, motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar.

Hakekat Model Pembelajaran Berbasis Masalah
            Problem Based Learning (PBL) adalah salah satu metode dalam proses pembelajaran yang untuk pertama kalinya diterapkan di Universitas McMaster Canada pada tahun 1969. Pembelajaran berbasis masalah dimulai denga  suatu situasi masalah sebagai dasar untuk belajar (Hallinger, 2005). Masalah adalah sesuatu yang tidak kita ketahui dan mengandung nilai dalam menyelesaikan masalah tersebut. Tujuan dari pembelajaran berbasis masalah dirancang untuk membantu siswa dalam hal: (1) membangun suatu basis pengetahuan yang fleksibel dan luas, (2) mengembangkan strategi pemecahan masalah yang efektif, (3) mengembangkan, mengarahkan pembelajaran yang bermakna, (4) mengefektifkan kolaborasi, dan (5) memunculkan motivasi intrinsic untuk belajar.
PBL merupakan pendekatan pembelajaran yang berpusat ke siswa (Sulaiman, 2004). Pembelajaran berbasis masalah memberdayakan siswa- siswa untuk melakukan riset, mengintegrasikan teori dan praktek, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan- keterampilan untuk mengembangkan sustu solusi aktif untuk menyelesaikan masalah- masalah. Terdapat lima fase dalam sintaks dalam pembelajaran berbasis masalah menurut Arends (2007) yaitu: dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis kerja siswa. Pembelajaran berbasis masalah diselenggarakan dalam kelompok- kelompok kecil dengan demikian penting bagi fasilitator untuk mengetahui kinerja- kinerja kelompok kecil untuk mencapai pengalaman pembelajaran yang optimal bagi semua siswa di dalam kelompok. PBL berasumsi bahwa para siswa lebih penting untuk mengetahui bagaiman caranya menerapkan pengetahuan mereka dibanding untuk ingat informasi.
Ikatan Kimia
Dalam kurikulum kimia SMA, pokok bahasan Ikatan Kimia diajarkan pada semester pertama di kelas X (Depdiknas,2006). Ikatan kimia termasuk pokok bahasan yang sulit untuk diajarkan pada siswa kelas X SMA karena siswa baru mulai mempelajari Ilmu Kimia. Ikatan Kimia terkesan sulit bagi siswa karena merupakan integrasi antara pengenalan molekul atau atom yang membentuk suatu ikatan untuk mencapai kestabilan yang berhubungan dengan lambang lewis. Ikatan kimia tersebut terdiri dari 4 (empat) macam ikatan. Sementara pada saat penyampaian materi pelajaran Ikatan Kimia, siswa SMA belum terbiasa dengan konsep- konsep dasar yang diperlukan. Di dalam pelajaran kimia, Ikatan Kimia selalu berhubungan dengan molekul atau atom yang membentuk ikatan, lambang lewis, jenis ikatan kimia, polarisasi ikatan kovalen, momen dipole dan resonansi yang belum pernah dipelajari di sekolah menengah pertama. Dalam garis besar program pengajaran (GBPP) mata pelajaran kimia SMA, Ikatan Kimia meliputi (1) Defenisi Ikatan Kimia, (2) Ikatan Ion (elektrovalen), (3) Ikatan Kovalen Ikatan, (4) Kovalen Koordinasi/ Koordinat/ Semipolar, (5) Ikatan Logam, (6) Polarisasi Ikatan Kovalen, (7) Momen Dipol, (8) Resonansi.
Metodologi Penelitian
Sebagai populasi adalah semua kelas X SMA Santa Maria Medan yang mengambil mata pelajaran kimia pada pokok bahasan ikatan kimia pada Semester Ganjil Tahun Ajaran 2011/ 2012. Sedangkan sampel penelitian adalah siswa kelas X SMA Santa Maria Medan yang mengambil mata pelajaran kimia pada pokok bahasan ikatan kimia yang berjumlah 2 kelas  yaitu kelas XA dan XB. Dimana satu kelas akan dipakai untuk kelompok yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah dengan media animasi, dan satu kelas akan dipakai untuk kelompok yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah tanpa media animasi. Penelitian adalah bersifat eksperimen, dengan dengan membuat perlakuan dengan memberi pengajaran menggunakan (1) pembelajaran berbasis masalah dengan menggunakan media animasi dan (2) pembelajaran berbasis masalah tanpa media animasi. Instrumen penelitian adalah berbentuk angket dan tes. Instrument angket  digunakan untuk mengukur motivasi belajar kimia siswa. Angket ini disusun dalam bentuk angket tertutup dan berstruktur. Skala yang digunakan dalam penyusunan angket motivasi belajar adalah skala likert dengan menggunakan skala 1- 5. Angket motivasi belajar dirumuskan berdasarkan indikator: 1) perhatian (attention), 2) keterkaitan (relevance), 3) keyakinan (confidence), 4) kepuasan (satisfaction). Tes dalam bentuk pilihan ganda digunakan untuk mengukur kemampuan awal siswa dan kemampuan akhir siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dari materi pokok yang telah diajarkan berakhir. Tes disusun berdasarkan kompetensi dasar dan indicator pada kurikulum berbasis kompetensi sebanyak 30 butir soal dengan menyusun kisi- kisi terlebih dahulu.
Prosedur Penelitian meliputi penyusunan instrumen, pembelajaran dan evaluasi. Penyusunan instrumen dilakukan mengikuti kisi- kisi dan Garis- Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) mata pelajaran kimia pada pokok bahasan ikatan kimia. Sebelum pembelajaran dilaksanakan terhadap kedua kelas eksperimen terlebih dahulu dilakukan pemberian tes atau evaluasi pendahuluan (pre- test), yang bertujuan untuk mengukur kemampuan dan penguasaan siswa terhadap pokok bahasan yang diajarkan. Pada tahap pembelajaran, dibuat perlakuan yaitu: untuk kelas pertama, prmbelajaran menggunakan PBL dengan media animasi dan untuk kelas kedua, pembelajran menggunakan PBL tanpa media animasi. Setelah pembelajaran dilaksanakan terhadap kedua kelas eksperimen dilakukan: (1) pemberian angket motivasi, yang bertujuan untuk mengetahui skala motivasi siswa, dan (2) tes atau evaluasi akhir (post- tes) yang bertujuan untuk mengukur kemampuan dan penguasaan siswa terhadap pokok bahasan yang sudah diajarkan. Data yang diperoleh diolah dengan melakukan uji persyaratan analisis (uji homgenitas dan normalitas), melakukan uji hipotesis dengan menggunakan software SPSS versi 15 untuk penarikan kesimpulan.
Hasil dan Pembahasan
            Untuk pengujian hipotesis penelitian digunakan Independent Sample T Test dengan menggunakan software SPSS versi 15 pada taraf signifikansi 0,05. Pertama, untuk melihat perbedaan motivasi intrinsik siswa yang diajar menggunakan pembelajaran berbasis masalah yang diintegrasikan dengan media animasi dengan siswa yang menerima pembelajaran menggunakan pembelajaran berbasis masalah tanpa media animasi; kedua, untuk melihat melihat perbedaan motivasi ekstrinsik siswa yang diajar menggunakan pembelajaran berbasis masalah yang diintegrasikan dengan media animasi dengan siswa yang menerima pembelajaran menggunakan pembelajaran berbasis masalah tanpa media animasi; dan ketiga untuk melihat perbedaan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan pembelajaran berbasis masalah yang diintegrasikan dengan media animasi dengan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran berbasis masalah tanpa media animasi.
Pencapaian motivasi intrinsik dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah yang   diintegrasikan dengan media animasi
            Pengujian hipotesis pertama terdapat perbedaan yang signifikan motivasi intrinsik siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah yang diintegrasikan dengan media animasi dan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran berbasis masalah tanpa media animasi pada materi ikatan kimia.
Untuk pengujian ini dilakukan uji Independent Sample T Test pada taraf signifikan 0,05. Ringkasan hasil perhitungan uji Independent Sample T Test untuk motivasi intrinsik dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengujian Independent Sample T Test Motivasi Intrinsik
Independent Samples Test


t- test for Equality of Means
t

Df
Sig (2- tailed)
Mean Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
Motivasi intrinsic
-.703
-.703
58
57.311
.485
.485
-.867
-.867
1.233
1.233
-3.335
-3.335
1.601
1.602

Berdasarkan tabel 1. diatas dapat dilihat harga Sig. (2-tailed) 0,49 > 0,05 berarti H0 diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan motivasi intrinsik siswa yang diajar menggunakan pembelajaran berbasis masalah yang diintegrasikan dengan media animasi dengan siswa yang menerima pembelajaran menggunakan pembelajaran berbasis masalah tanpa media animasi.
Pembelajaran yang dilakukan dengan metode apa saja diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, tidak terkecuali pembelajaran dengan PBL dan media animasi dan PBL tanpa media. Berdasarkan hasil angket motivasi yang diperoleh dalam penelitian yang dilakukan bahwa motivasi intrinsik siswa yang diajar dengan PBL dan media animasi mendapatkan skor rata- rata 79,87 dengan kategori motivasi belajar tinggi terdiri dari 3 orang, motivasi belajar sedang terdiri dari 23 orang, dan motivasi belajar rendah terdiri dari 4 orang, dan motivasi belajar siswa yang diajar dengan PBL tanpa media animasi mendapatkan skor rata- rata 80,93 dengan kategori motivasi belajar tinggi terdiri dari 4 orang, motivasi belajar sedang terdiri dari 26 orang, dan tidak ada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Motivasi intrinsik kedua kelompok sampel tidak berbeda secara signifikan, siswa yang diajar menggunakan PBL dan media animasi lebih tinggi motivasinya bila dibandingkan siswa yang diajar menggunakan PBL tanpa media tetapi tidak berbeda secara signifikan yang ditunjukkan dengan harga Sig. 0,49 > 0,05.

Pencapaian motivasi ekstrinsik dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah yang   diintegrasikan dengan media animasi
            Pengujian hipotesis kedua motivasi ekstrinsik siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah yang diintegrasikan dengan media animasi lebih baik dari siswa yang diajar menggunakan pembelajaran berbasis masalah tanpa media animasi pada materi ikatan kimia.
Untuk pengujian ini dilakukan uji Independent Sample T Test pada taraf signifikan 0,05. Ringkasan hasil perhitungan uji Independent Sample T Test untuk motivasi ekstrinsik dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pengujian Independent Sample T Test Motivasi Ekstrinsik
Independent Samples Test


t- test for Equality of Means
t
Df
Sig (2- tailed)
Mean Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
Motivasi ekstrinsik
.5250
.5250
58
57.238
.000
.000
4.867
4.867
.927
.927
3.011
3.010
6.722
6.723

Berdasarkan tabel 2. diatas dapat dilihat harga Sig. 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi ekstrinsik siswa yang diajar menggunakan pembelajaran berbasis masalah yang diintegrasikan dengan media animasi lebih baik dari motivasi ekstrinsik siswa yang menerima pembelajaran menggunakan pembelajaran berbasis masalah tanpa media animasi.
Berdasarkan hasil angket motivasi yang diperoleh dalam penelitian yang dilakukan bahwa motivasi ekstrinsik siswa yang diajar dengan PBL dan media animasi mendapatkan skor rata- rata 81,96 dengan kategori motivasi belajar tinggi terdiri dari 2 orang, motivasi belajar sedang terdiri dari 23 orang, dan motivasi belajar rendah terdiri dari 5 orang,dan motivasi belajar sedang terdiri dari 23 orang, dan motivasi belajar rendah terdiri dari 4 orang, dan motivasi ekstrinsik siswa yang diajar dengan PBL tanpa media animasi mendapatkan skor rata- rata 76,98 dengan kategori motivasi belajar tinggi terdiri dari 4 orang, motivasi belajar sedang terdiri dari 21 orang, dan motivasi belajar rendah terdiri dari 5 orang. Motivasi ekstrinsik kedua kelompok sampel berbeda secara signifikan, siswa yang diajar menggunakan PBL dan media animasi lebih tinggi motivasinya bila dibandingkan siswa yang diajar menggunakan PBL tanpa media yang ditunjukkan dengan harga Sig. 0,00 < 0,05.

Pencapaian Hasil Belajar dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah yang   diintegrasikan dengan media animasi
            Pengujian hipotesis ketiga hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah yang diintegrasikan dengan media animasi lebih baik dari siswa yang diajar menggunakan pembelajaran berbasis masalah tanpa media animasi pada materi ikatan kimia.
Untuk pengujian ini dilakukan uji Independent Sample T Test pada taraf signifikan 0,05. Ringkasan hasil perhitungan uji Independent Sample T Test untuk hasil belajar siswa dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengujian Independent Sample T Test Hasil Belajar Siswa 
Independent Samples Test


t- test for Equality of Means
T
df
Sig (2- tailed)
Mean Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
Motivasi ekstrinsik
8.371
8.371
58
57.434
.000
.000
17.967
17.967
2.146
2.146
13.670
13.670
22.263
22.264

Berdasarkan tabel 3. diatas dapat dilihat harga Sig. 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang diajar menggunakan pembelajaran berbasis masalah yang diintegrasikan dengan media animasi lebih baik dari hasil belajar siswa yang diajar menggunakan pembelajaran berbasis masalah tanpa media animasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa siswa yang diajar dengan PBL dan media animasi mendapatkan skor rata- rata gain hasil belajar 0,81 dan  PBL tanpa media animasi mendapatkan skor rata- rata gain hasil belajar 0,58. Berdasarkan hasil ini dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa hasil belajar kimia siswa yang diajar dengan PBL dan media dan hasil belajar siswa yang diajar dengan PBL tanpa meidia terdapat perbedaan yang signifikan. Secara umum berdasarkan hasil uji Independent T Test yang dilakukan diperoleh bahwa harga Sig. 0,00 < 0,05 yang  berarti dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan dari strategi pembelajaran yang diterapkan pada kedua kelompok sampel terhadap peningkatan hasil belajar kimia siswa.
            Dengan menggunakan model ini, proses pembelajaran menempoatkan sebagai pusat aktivitas, siswa tidak hanya mempelajari tentang sesuatu tetapi siswa secara aktif menemukan dan memperhatikan./ mengamati suatu aktuvitas belajar. Dalam proses pembelajaran tersebut siswa menggunakan seluruh kemampuan yang dimilikinya dan yang dimiliki lingkungannya, guru hanya berperan sebagai motivator dan fasilitator dalam mengembangkan kreativitas siswa tanpa harus ada penyeragaman atau pemaksaan untuk mengikuti pemahaman guru, siswa diberikan ruang bebas untuk mewujudkan potensi dan menampilkan karakteristiknya masing- masing.
Berbeda dengan pembelajaran PBL tanpa media yang berlangsung kurang bermakna bagi siswa, karena pembelajaran dilaksanakan tanpa animasi sehingga tidak ada pengamatan gambar visual yang dapat diamati selama pembelajaran yang membuat siswa lebuh mudah karena pembelajaran lebih nyata, sehingga siswa kurang dapat memahami pelajaran yang disampaikan. Selama pembelajaran siswa hanya menemukan sendiri jawaban dari permasalahannya dari buku sumber tanpa adanya gambaran visual dalam belajar. Namun pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan tetap dapat meningkatkan hasil belajar siswa, karena pada saat guru menyajikan materi ajar kepada siswa, siswa dapat bertukar pendapat dengan guru seputar permasalahan yang dihadapi, sehingga kegiatan atau aktivitas belajar siswa menjadi optimal. Pembelajaran berbasis masalah mampu memfasilitasi proses pengolahan infornasi untuk ditempatkan dalam memori jangka panjang sehingga siswa berhasil dalam proses belajarnya.

Efektifitas model pembelajaran berbasis masalah yang diintegrasikan dengan media animasi
            Pengujian hipotesis keempat besar efektifitas hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah yang diintegrasikan dengan media animasi dibandingkan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah tanpa media animasi pada materi ikatan kimia.
Berdasarkan perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa efektifitas hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah yang diintegrasikan dengan media animasi dibandingkan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah tanpa media animasi sebesar 29,14%.
Pembelajaran berbasis masalah yang diintegrasikan dengan media animasi lebih efektif daripada pembelajaran berbasis masalah tanpa media animasi yang ditunjukkan dengan gain hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah yang diintegrasikan dengan media animasi memiliki rata- rata 0,81 dan gain hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah tanpa media animasi memiliki rata- rata 0,58. Hal ini disebabkan dengan hadirnya media animasi dapat menampilkan materi ikatan kimia lebih menarik lagi sehingga siswa lebih kreatif dan mandiri untuk memecahkan masalah yang ada di lingkungan sehari- hari.
Kesimpulan Dan Saran
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah yang diintegrasikan dengan media animasi lebih efektif daripada pembelajaran berbasis masalah tanpa media animasi yang ditunjukkan dengan gain hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah yang diintegrasikan dengan media animasi memiliki rata- rata 0,81 dan gain hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah tanpa media animasi memiliki rata- rata 0,58. Media animasi memudahkan siswa memahami konsep dasar kimia karena memberikan motivasi belajar kepada siswa. Disarankan agar guru kimia dalam mengajarkan materi ikatan kimia tidak hanya sekedar mentransfer konsep- konsep kimia, akan tetapi memikirkan dan melaksanakan bagaimana proses konsep- konsep itu terjadi, dipahami, dikuasai dan dipraktekkan oleh siswa dalam kehidupan sehari- hari dan guru harus menguasai penggunaan program- program komputer, paling tidak mengoperasikan komputer dengan baik.
Ucapan Terimakasih
Ucapan terimakasih disampaikan kepada Proyek Pembelajaran di LPTK (PPKP) (Research For The Improvement Of Instruction) Dirjen Dikti Depdiknas Tahun Anggaran 2011, Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian RII/ PPKP Nomor: 73IB/ 8104/ PTK & KPT/2011 yang memberikan dana penelitian dan Lembaga Penelitian UNIMED yang telah memberi ijin penelitian. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Ibu Rista Aruan yang membantu mengumpulkan data.
Daftar Pustaka
Arsyad A., (2000), Media Pengajaran, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Budiman, A., (2009), Pengaruh Media Komputer dan Model Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap 
              Motivasi dan Hasil Belajar Siswa, Tesis, Pascasarjana, Universitas Negeri Medan, Medan.
Depdiknas, (2006), Silabus Kimia Departemen  Pendidikan Nasional, http:// www ghodang.Net
Djamarah, B.S., (2002), Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta.
Hamalik  O., (2003), Kurikulum dan Pembelajaran, Bumi Aksara, Jakarta.
Johnstone, (2007)., Concept Mapping in Problem Based Learning, A Cautionary Tale Chemistry   
               Education Research and Practice (2): 84- 95.
Kang, S., (2009), Pemanfaatan Microsoft Power Point Untuk Media Pembelajaran. Makalah. http:// 
               pamongsakaba.wordpress.com/2009/09/29/pemanfaatan-microsoft-power-point-untuk-media-
               pembelajaran/. Diakses tanggal 20 Mei 2011.
Michael, P., (2002), Kimia Untuk SMA Kelas X, Erlangga, Jakarta.
Ngatino., (2011), Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Yang Diintegrasikan Dengan Media Animasi 
               Dalam Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa, Tesis, Pascasarjana, Univeritas Negeri 
               Medan, Medan.
Permana D., (2002), Intisari Kimia SMU, Pustaka Setia, Bandung.
Pujadi, A., (2007), Faktor- factor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Mahasiswa, Fakultas Ekonomi 
              Universitas Bunda Mulia, Business & Management Journal, 3 (2): 40-51, http://     
              business&managementjournal.com/2007/09/faktor-faktor-yang- mempengaruhi-motivasi-
              belajarmahasiswa.html. Diakses Tanggal 21 Mei 2011.
Purwanto N., (2000), Psikologi Pendidikan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Rudolf, S., (2007), Pengaruh Penggunaan Program Animasi Komputer Terhadap Motivasi Belajar Kimia 
              Siswa SMA Negeri di Kota Sibolga, Tesis, Pascasarjana, Universitas Negeri Medan, Medan.
Sadiman, S.A., (2003), Media Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Savery, J.R., (2006). Overview of problem-based Learning:Defenitions and Distinctions, The  
              Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning (1): 9-20.
Slameto, (2001), Belajar dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta.
Slocum, L.E., Towns, M.H., dan Zielinski, T.J., (2004), Online Chemistry Module: Interaction and effective 
             faculty facilitation, Journal of Chemical Education 81:1058- 1065.
Surjono, D.H., (1996), Pengembangan Program Pengajaran Berbantuan Komputer (CAL) Dengan Sistem 
             Autoring, Cakrawala Pendidikan 2 : 47- 57

Tidak ada komentar:

Posting Komentar